Kamis, 03 November 2016

Bersabarlah wahai hati...

Terima kasih pagi yang tetap menjemput dalam gundah
Andaikan waktu tidak terlambat mempertemukan
Mungkin tak ada keraguan menahan rasa
Tapi tak mengapa Cinta,
Mungkin ini pelajaran untuk menaklukkan ego
Terima kasih kamu yang sekali lagi ku panggil Cinta,
Tentang hari yang telah dilewati bersama
Tentang waktu yang begitu lama menyatukan
Tak salah jika menyebutnya kenyamanan
Karena bersamanya hati terasa teduh
Terima kasih hati yang sabar oleh amarah
Kadang ego yang tak tertahan membuat lelah
Tapi percayalah cinta takkan kemana-mana

Minggu, 23 Oktober 2016

Selamat malam Pria Jawa

Aku menemuinya dalam ruang yang ku sebut pekerjaan
Aku mengenalnya dalam sudut yang ku namai rekan kerja
Dan aku mengulang kesalahan hati yang ku panggil CINTA
Ah tidak!! Bukan kesalahan hati, mungkin lebih tepatnya kesalahan meletakkan hati.
Pria jawa dengan tutur kata yang lembut, siapa yg tidak hanyut?
Jangan tanyakan lagi pada ku sebab kalau bukan karena itu takkan mungkin aku bersamanya.
Pria yang dengan alasan lain tidak menyukai sayur. Entahlah, sudah berapa juta gizi ia abaikan setiap harinya. Cuma satu pesan ku "sehat-sehat terus ya brother"
Dan pria pecinta bola dengan konsentrasi yang tinggi ini selalu punya cara untuk mengubah manyun menjadi manja, ups maksud ku tawa.
1 hal, ia yang ku panggil cinta menjemput ruang tak berpenghuni.
Ia bersihkan pecahan luka, lalu ia buang goresan air di ujung mata.
Jangan biarkan bungkam menutup bibir.
Jangan biarkan lelap menghapus khayal.
Jangan biarkan tuli mengabaikan cerita.
Biarkan saja doa yang mengikat
Bukan berpangku tangan pada harap, tidak!.
Biarkan saja..
Bila jalannya, takkan mengubah cinta menjadi dusta.

Selamat malam pria jawa dengan sejuta rindu..


Mairianda Annisa
Oktober 2016, Batam

Minggu, 16 Februari 2014

Jika Hujan Pernah Bertanya

Aku tak pernah berfikir kalau segalanya akan berakhir padamu
Sejak dulu, sejak kali pertama kita bertemu, kau bukanlah satu-satunya yang ku anggap istimewa
Kalau kubilang segalanya kebetulan, mungkin salah
Kalau ku bilang itu karena takdir saja, mungkin tak selamanya benar
Ada hal lain, yang membuatku yakin dengan keputusanku
Kau melakukan sesuatu, yang mustahil bagi setiap orang
Kau mencintaiku dengan hati,
Kau menatap mataku karena rasa,
Kau berucap dan melakukan semuanya bukan dengan kebanyakan cara yang mereka lakukan
Kau berbeda, kau istimewa
Bersamamu saja, aku yakin selamanya
Karena aku tau, aku tak butuh wajah untuk dinikmati,
Aku tak butuh tawa untuk sekedar menyenangkan,
Apalagi penampilan yang bisa dibilang hanya memesonakan
Ada yang lebih dari itu
Yaitu, hati dan kesetiaanmu
Bukankah tempat untuk mencintai secara pasti hanyalah 'hati'?
Bukankah dari ratusan kriteria yang aku cari sebagai sempurna, sebenarnya aku hanya perlu satu saja ?
Aku bukan mencari sesuatu yang lengkap, tapi pelengkap
Kau, adalah tempat terbaik untuk berbagi
Seperti awan yang setia kepada hujan


Robin Wijaya - Jika Hujan Pernah Bertanya

Selasa, 22 Oktober 2013

Tentang Mereka

Mereka mengajari ku caranya mengkhianati
Lewat genggaman yang saling melepasi
Lewat Pelukan yang tak lagi menghangati
Dan lewat langkah yang tak sejalan lagi

Mereka mengajari ku caranya berpisah
Dalam diam tanpa banyak bicara
Dalam amarah yang semakin membara
Dan dalam tangis yang tak mereda

Mereka mengajari ku tersenyum dalam masalah
Meredam segala emosi yang ada
Lalu tertawa dibalik rasa sakit yang terasa

Mereka mengajari ku caranya bersabar
Untuk setiap perjalanan yang tak dapat diputar
Meskipun kehidupan kini terasa hambar

Mereka mengajari ku caranya mengikhlaskan
Memaknai akhir dari pertemuan
Dan memahami arti dari perpisahan
Walau tangis tak tertahan
Tapi inilah kehidupan

                                                                                                 22/10/2013 23:35
                                                                                                                          Mairianda Annisa

Jumat, 03 Mei 2013

Kamu!


Aku selalu menyempatkan otak ku berputar-putar mengelilingi sosok mu dalam bayangan ku. Sedang apa kau? Bagaimana pekerjaanmu hari ini? Apa kau merindukan ku seperti aku yang tak melewatkan sedetik pun untuk tak merindukan mu. Mungkin kau akan menilai ku sangat berlebihan dalam memperlakukan rindu. Tapi beginilah kenyataannya. Kau yang membuat ku seperti ini. Kau jelma aku bagai budak yang merindui pertemuan. Apa kau sadar?. Sedikit pun kau tak lepas dari jangkauan mata ku, meskipun terhalang oleh jarak. Apa kau memperlakukan pikiran mu atas ku seperti itu?Entahlah.  Aku pun tak berhak menyalahkan apapun yang terjadi pada kita. Bukankah semua diluar kendali. Bahkan jarak bukanlah penghalang yang benar-benar jahat untuk ku takuti, dan mungkin kau juga. Oh ya! Aku lupa. Mungkin aku tak pantas menyebut kau juga inginkan pertemuan seperti ku. Mungkin kau tak terobsesi seperti ku. Dan mungkin saat ini kau menilai ku konyol. Silahkan. Lakukan yang menjadi hak mu. Tapi jangan paksa aku untuk berhenti memikirkan mu, sampai nanti. Sampai waktu yang benar-benar menghapus bayang mu dalam senyum manis ku.

Rabu, 01 Mei 2013


Welcome May! Welcome my month!

Haaaaaaa akhirnya balik lagi ke Mei. Bulan dari segala bulan kebanggaanku. Alhamdulilah ya Allah, tinggal menghitung jam berkurang lagi 1 umur ku. Ini pemikiranku!
20 bukanlah angka umur yang mudah aku terima. Ada gejolak. Ada pemberontakan. Jika boleh dikata, aku tak mau menyentuh angka itu. Aku ingin tetap berada disaat ini, 19. Aku tak ingin menjadi dewasa :’(
Tapi, kepada siapa aku harus protes ? Tuhan ? Celaka lah aku kalau begitu. Ini kehidupan real yang harus dijalani. Mau gak mau. Suka gak suka harus tetap dijalani. Mencapai angka 20 kesabaran ku akan benar-benar diuji. Akan banyak hal lagi yang akan aku hadapi. Berbagai problem juga pastinya sudah berdiri tegak dihadapan ku. Hati benar-benar menolak tapi fisik terus melakukan perubahan. Siap tidak siap akan tiba waktunya yang menuntut ku menjadi wanita dewasa !

Senin, 29 April 2013

Ketika kehadiranku tak diharapkan (lagi)



Kali itu handphone ku berdering, pesan singkat darinya mengawali perjumpaan ku yang terakhir.
"Kita ketemu ditempat biasa, sekarang" begitu katanya.
Pikiran ku kacau. Aku bisa menebak apa yang akan terjadi beberapa menit kedepan. Akan ada pertengkaran hebat disitu dan juga air mata pastinya. Tapi sebisa mungkin kendali atas diri ini tetap harus aku pegang.
Aku melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Tak ingin menunda-nunda. Aku hanya ingin segera sampai dan menyelesaikan semuanya.
Gedung tua itu terlihat semakin kumuh. Dari kejauhan aku sudah melihat sosok pada senyum yang tak bersahabat itu. Jantung ku bergetar hebat. Aku takut hal yang tak diinginkan itu terjadi. Aku mendekat dan menggamit tangannya, sembari berkata "apa yang mau dibicarakan ?"
Aku bersikap seolah-olah masalah itu tidak pernah ada, karena memang aku tak mengerti mengapa ia berubah seperti ini. Ia melepaskan tangan ku.
"Aku tidak tau mengapa aku seperti ini, aku rasa hubungan kita memang harus berhenti disini. Bukan karena aku tidak menyayangimu, ini ku lakukan agar kamu juga bahagia"

Begitu lancarnya ia mengucapkan kata-kata itu tanpa memikirkan perasaan ku. Dada ku sesak. Nafas ku berjalan semakin cepat. Dug dug dug. Aku melihatnya, tapi ia tak sedetik pun menatap ku. Tak bisa kamu rasakan bagaimana sakitnya berada diposisi ku?
Aku masih bertahan pada air mata yang hampir tumpah. Pelan-pelan aku bertanya lagi.
"Kenapa jadi begini ? Salah aku dimana ?"

"Kamu gak salah apa-apa. Aku yang salah. Aku yang terlalu pengecut tak berani temui orang tua mu. Aku yang mengambil mu diam-diam tanpa sepengetahuan orang tua mu. Seharusnya aku katakan pada orang tua mu jika aku mencintai anaknya. Tapi nyali ku tak sekuat itu. Tak ada yang bisa ku banggakan dihadapan orang tua mu"

"Kita bisa jalan pelan-pelan. Nanti akan ada saatnya kamu mengenal keluarga ku"

"Jujur, aku tak sanggup jika harus menunggu mu 3 atau 4 tahun lagi tanpa kepastian. Aku seperti membawa kabur anak gadis orang setiap kali jalan dengan mu. Orang tua ku tak suka itu. Mereka menyuruh ku untuk menemui orang tua mu, tapi ini belum saatnya kata mu"

Aku menunduk. Kali ini air mata ku tak terbendung. Mengalir dan mulai membasahi pipi ku. Ia tak sedikit pun melihat ku. Aku tau ia sangat benci air mata. Cepat-cepat ku hapus butiran mungil itu.
"Tapi aku gak mau kita berhenti sampai disini. Aku mau kita sama-sama pertahanin hubungan ini"

"Aku gak bisa, maaf. Aku tak bisa bertahan pada kondisi seperti ini"

Aku hanya diam menahan isak tangis ini agar tidak  meledak. Dan ahh! Pertahanan ku bobol. Ku tarik kalung pemberiannya pada leher ku dan membuangnya. Entah kemana liontin bertuliskan nama kami itu terlempar, aku pun tak memperdulikannya lagi. Ia beranjak dan mengambilnya, lalu menaruhnya pada jaket ku. Ia melihat ku dalam-dalam dan aku tau itu.

"Jangan nangis lagi, mungkin ini awal dari kehidupan baru kita. Aku percaya kamu bisa menemukan yang lebih baik dibanding aku" sembari tangannya menghapus air mata ku. Ku tepis tangannya. Aku tak ingin dikasihani olehnya.
Aku mengawang-awang mengingat beberapa tahun lalu awal pertemuan itu. Manis, bahkan sangat manis. Tapi sekarang ? Pahit, bahkan terasa hambar. Aku mencoba tegar. Ini tak akan mudah. Aku harus belajar tanpa seseorang yang pernah ada. Aku harus terbiasa sendiri. Dan memang aku sendiri yang harus mengubahnya, bukan waktu. Waktu tidak akan menyembuhkan apapun, ia hanya membuat seseorang terbiasa akan rasa sakit itu.
Disinilah ketika kehadiran ku tak diharapkan lagi, maka aku harus belajar melepaskan.

Sabtu, 27 April 2013

Hallo tamu ku


Menyelinap dalam celah-celah kecil pikiran ku. Aku tidak pernah memintanya. Tidak! . Ia masuk begitu saja tanpa aku persilahkan. Aku tak menghadangnya atau pun memberontak. Ku biarkan ia mengorbit pada sel-sel otak ku. Hingga lelah. Tapi tak hanya melintas atau sekedar bermain. Ia malah menetap. Tanpa sedikit pun aku memintanya. Aku tetap membiarkannya. Semua dikendalikan oleh otak. Dia penguasanya. Tapi aku rasa hati ini juga ambil andil. Kalau sudah hati yang turun tangan, aku cuma diam dan fisik ini tetap mengikuti. Tak banyak angkat tingkah bukan berarti aku tak setuju. Aku hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh hati. Ia ! tamu dalam pikiran ku yang tak pernah ku inginkan hadirnya tetapi selalu ku harapkan kehadirannya pada hati.