Tepat pada pertemuan itu, sebuah senja yang mengantarkanku pada ingatan yang seharusnya aku lupakan. Dia mendekat dan menghampiri. Pria jangkung berkulit putih yang terkadang berkaca mata itu sekarang benar-benar dihadapanku.
“apa kabar ?”
sapanya padaku yang berusaha mengacuhkan pandangan matanya
“baik” jawabku
singkat
“kamu tetap
tidak berubah, angkuh dan jutek” katanya sekali lagi sebelum ia beralih berada
disampingku.
Tak ku hiraukan
segala ocehnya tentangku. Keberadaannya disini sungguh menambah ingatanku pada
beberapa tahun yang lalu. Rasanya ingin sekali ku terjang hujan deras diluar
sana agar tidak benar-benar kembali pada keadaan yang sama. Tapi, ia menahan
tanganku seketika aku ingin keluar dari perteduhan ini.
“masih terlalu
deras, tunggulah sampai sedikit mereda” ucapnya dengan senyum yang sama sekali
tidak kuharapkan. Perlahan ia membawaku duduk tepat disampingnya.
Entah apa yang terjadi pada saat
itu, ia terus menggenggam tanganku bahkan aku sendiri tak mampu menolaknya. Pertemuan
ini terjadi begitu saja sama halnya juga
dengan genggaman lalu pelukan ini. Ahh Kamu selalu bisa membuatku melayang dan
tanpa sadarku pun kamu selalu punya cara untuk menjatuhkanku kembali.
“Lepaskan..” kataku seketika sadar
akan lelucon ini dan berusaha menghindari genggaman serta pelukannya.
“Kenapa ? Aku hanya berusaha
membuatmu nyaman” selalu ucapannya seperti itu
Aku beranjak dari tempat duduk itu
dan kali ini aku benar-benar mengabaikan pertanyaannya. Sesekali ku toleh
kekanan jalan namun metromini yang biasanya kutumpangi , malam ini entah
melewati jalur mana. Halte yang awalnya dipenuhi dengan orang-orang yang mencari
perteduhan kini semakin sepi seiring dengan hujan yang semakin mereda. Dan pria
itu masih menunggu. Entah menunggu hujan berhenti atau menungguku mengucap satu
kata lagi.
“Masih mau menunggu ? Ini sudah
sepi, biar ku antar pulang”
“Sampai kapan mau terus diam seperti
ini ?”
Berkali-kali sudah kuabaikan
perkataannya. Sampai kudengar begitu keras dia katakan “Kamu selalu egois! Gak pernah berubah!”.
“Aku atau kamu yang egois ? Bukankah kamu lepaskan aku begitu saja,
lalu kamu datang kembali ditahun yang seharusnya kita rayakan dengan indah.
Bahkan setelah kejadian itu aku tidak pernah memaksamu kembali bukan. Lalu dimana
letak keegoisanku ?” akhirnya kuluapkan semua sesak ini, yaa Tuhan pertengkaran
yang seharusnya tidak pernah terjadi lagi sekarang terulang kembali. Dia beranjak
lalu memelukku tanpa memperdulikan aku yang sibuk keluar dari jerat peluknya.
“Kamu tidak akan pernah mengerti. Kamu
selalu berusaha menghindar dari pelukku. Tidakkah kamu rasakan pelukan ini
masih sama seperti dulu dan itu berarti aku masih sangat mencintaimu. Dengarlah, aku mencintaimu dengan caraku,
dengan cara yang berbeda dari sebelumnya” katanya sembari perlahan
melepaskan pelukannya padaku. Dia terduduk dan menunduk.
“Aku tidak akan pernah tau apa-apa karena
kamu tidak sedikit pun menjelaskannya padaku” bahkan suaraku sedikit melemah. Aku
tak lagi melihatnya sebagai ksatria justru sebaliknya ia seperti tidak berdaya.
Ia tetap tidak menjelaskan apa-apa
padaku selain secarik kertas terlipat yang sebelumnya terlihat seperti bekas
remukan yang diberikan padaku.
“Osteosarcoma Positif Stadium Lanjut” hanya tulisan itu yang
dengan sangat jelas aku baca. Tidak banyak hal yang aku tau tentang
Osteosarcoma atau yang lebih sering didengar Tumor Ganas Tulang. Tapi bisa
kurasakan dia begitu tersiksa. Kupeluk pria yang 5 tahun ini bersamaku dan 6
bulan belakangan meninggalkanku begitu saja tanpa kabar sedikit pun dan kini ia
datang kembali dengan luka pada tubuhnya.
“Tenanglah, aku tidak apa-apa. Mungkin ini cara Tuhan menyayangiku.
Tersenyumlah, aku akan terus mencintaimu meskipun dengan cara yang berbeda,
meskipun tidak senyaman dulu. Jika nanti tangan dan kakiku tidak lagi kuat
untuk menjaga dan memelukmu, aku siap jika harus kamu tinggalkan dan katakan
jika kamu sudah sangat jera pada kondisiku, karena yakinlah aku tidak akan
memaksamu untuk tetap bersamaku” .
Dia terus mengelus-elus rambutku. Bodohnya! Seharusnya aku yang
menyemangatinya bukan dia yang menenangkanku. Apa ini, ahh aku terlalu cengeng.
Tapi, apa yang bisa kuperbuat selain menangis melihat orang yang sungguh
kucintai berada dalam posisi seperti ini. Andaikan bisa kugantikan posisinya denganku,
Tuhan.
mirip ceritaku rin :( serius.. bener2 mirip... bedanya cuma penyakitnya (jantung).. "Ia akan selalu disamping abang supaya abang selalu semangat, walaupun abang gak bisa liat Ia lagi" itu katanya --? @cyntiasari
BalasHapusyang sabar dan tabah yaa bang, itu namanya cobaan. keep smile :)
BalasHapusbelum di baca belum pening :|
BalasHapusmaksudnya apaa :3
BalasHapus