Senin, 29 April 2013

Ketika kehadiranku tak diharapkan (lagi)



Kali itu handphone ku berdering, pesan singkat darinya mengawali perjumpaan ku yang terakhir.
"Kita ketemu ditempat biasa, sekarang" begitu katanya.
Pikiran ku kacau. Aku bisa menebak apa yang akan terjadi beberapa menit kedepan. Akan ada pertengkaran hebat disitu dan juga air mata pastinya. Tapi sebisa mungkin kendali atas diri ini tetap harus aku pegang.
Aku melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Tak ingin menunda-nunda. Aku hanya ingin segera sampai dan menyelesaikan semuanya.
Gedung tua itu terlihat semakin kumuh. Dari kejauhan aku sudah melihat sosok pada senyum yang tak bersahabat itu. Jantung ku bergetar hebat. Aku takut hal yang tak diinginkan itu terjadi. Aku mendekat dan menggamit tangannya, sembari berkata "apa yang mau dibicarakan ?"
Aku bersikap seolah-olah masalah itu tidak pernah ada, karena memang aku tak mengerti mengapa ia berubah seperti ini. Ia melepaskan tangan ku.
"Aku tidak tau mengapa aku seperti ini, aku rasa hubungan kita memang harus berhenti disini. Bukan karena aku tidak menyayangimu, ini ku lakukan agar kamu juga bahagia"

Begitu lancarnya ia mengucapkan kata-kata itu tanpa memikirkan perasaan ku. Dada ku sesak. Nafas ku berjalan semakin cepat. Dug dug dug. Aku melihatnya, tapi ia tak sedetik pun menatap ku. Tak bisa kamu rasakan bagaimana sakitnya berada diposisi ku?
Aku masih bertahan pada air mata yang hampir tumpah. Pelan-pelan aku bertanya lagi.
"Kenapa jadi begini ? Salah aku dimana ?"

"Kamu gak salah apa-apa. Aku yang salah. Aku yang terlalu pengecut tak berani temui orang tua mu. Aku yang mengambil mu diam-diam tanpa sepengetahuan orang tua mu. Seharusnya aku katakan pada orang tua mu jika aku mencintai anaknya. Tapi nyali ku tak sekuat itu. Tak ada yang bisa ku banggakan dihadapan orang tua mu"

"Kita bisa jalan pelan-pelan. Nanti akan ada saatnya kamu mengenal keluarga ku"

"Jujur, aku tak sanggup jika harus menunggu mu 3 atau 4 tahun lagi tanpa kepastian. Aku seperti membawa kabur anak gadis orang setiap kali jalan dengan mu. Orang tua ku tak suka itu. Mereka menyuruh ku untuk menemui orang tua mu, tapi ini belum saatnya kata mu"

Aku menunduk. Kali ini air mata ku tak terbendung. Mengalir dan mulai membasahi pipi ku. Ia tak sedikit pun melihat ku. Aku tau ia sangat benci air mata. Cepat-cepat ku hapus butiran mungil itu.
"Tapi aku gak mau kita berhenti sampai disini. Aku mau kita sama-sama pertahanin hubungan ini"

"Aku gak bisa, maaf. Aku tak bisa bertahan pada kondisi seperti ini"

Aku hanya diam menahan isak tangis ini agar tidak  meledak. Dan ahh! Pertahanan ku bobol. Ku tarik kalung pemberiannya pada leher ku dan membuangnya. Entah kemana liontin bertuliskan nama kami itu terlempar, aku pun tak memperdulikannya lagi. Ia beranjak dan mengambilnya, lalu menaruhnya pada jaket ku. Ia melihat ku dalam-dalam dan aku tau itu.

"Jangan nangis lagi, mungkin ini awal dari kehidupan baru kita. Aku percaya kamu bisa menemukan yang lebih baik dibanding aku" sembari tangannya menghapus air mata ku. Ku tepis tangannya. Aku tak ingin dikasihani olehnya.
Aku mengawang-awang mengingat beberapa tahun lalu awal pertemuan itu. Manis, bahkan sangat manis. Tapi sekarang ? Pahit, bahkan terasa hambar. Aku mencoba tegar. Ini tak akan mudah. Aku harus belajar tanpa seseorang yang pernah ada. Aku harus terbiasa sendiri. Dan memang aku sendiri yang harus mengubahnya, bukan waktu. Waktu tidak akan menyembuhkan apapun, ia hanya membuat seseorang terbiasa akan rasa sakit itu.
Disinilah ketika kehadiran ku tak diharapkan lagi, maka aku harus belajar melepaskan.

Sabtu, 27 April 2013

Hallo tamu ku


Menyelinap dalam celah-celah kecil pikiran ku. Aku tidak pernah memintanya. Tidak! . Ia masuk begitu saja tanpa aku persilahkan. Aku tak menghadangnya atau pun memberontak. Ku biarkan ia mengorbit pada sel-sel otak ku. Hingga lelah. Tapi tak hanya melintas atau sekedar bermain. Ia malah menetap. Tanpa sedikit pun aku memintanya. Aku tetap membiarkannya. Semua dikendalikan oleh otak. Dia penguasanya. Tapi aku rasa hati ini juga ambil andil. Kalau sudah hati yang turun tangan, aku cuma diam dan fisik ini tetap mengikuti. Tak banyak angkat tingkah bukan berarti aku tak setuju. Aku hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh hati. Ia ! tamu dalam pikiran ku yang tak pernah ku inginkan hadirnya tetapi selalu ku harapkan kehadirannya pada hati.

Kamis, 18 April 2013

April 18, 2013

TODAY!
Saya juga pernah ada diposisi kamu dan saya sangat menikmati itu. Mengagumi seseorang yang secara nyata tidak dapat kita raih. Saya pernah optimis tapi akhirnya saya menyerah karena saya tau hal yang saya inginkan itu tidak akan pernah saya genggam. Saya pernah berusaha tapi akhirnya gagal karena memang dia tak berujung pada saya. Lebih sakitnya ketika ia tau saya mengharapkannya ia meminta saya untuk menunggu.  Dan bisa kamu bayangkan betapa bodohnya saya mengikuti keinginannya. Berapa lama saya menunggu dan berapa lama saya menutup diri untuk pria manapun tapi ia tidak pernah hadir. Bahkan lebih kejamnya ia menunjukkan bidadarinya. Dan tolong bayangkan sekali lagi betapa hancurnya saya saat itu. Saya tolol! Saya ikuti semua keinginannya tapi ia tidak pernah memenuhi satu keinginan saya. Yak hanya 1 yang saya minta. DIA!. Keterpurukan itu membuat saya belajar bahwa "Tidak semua yang kita inginkan dapat kita raih, tapi percayalah! Tuhan selalu punya rencana baik dibalik itu".
Come on ladies! Carilah seseorang yang benar-benar membutuhkan kamu, bukan hanya sekedar kamu yang membutuhkannya!

#Ini terinspirasi setelah melihat wanita itu dan perjuangan ketika saya juga pernah ada diposisinya!
Apasih yang kamu harapkan darinya yang menganggap kamu hanya 
seseorang yang tak perlu diprioritaskan? Hah? :')
Apasih yang kamu harapkan dari seseorang yang menganggapmu hanya pelarian? Yang datang padamu hanya ketika butuh. Hah?

by Dwitasari

Mahkota ku


Rabu, 17 April 2013

Ilustrasi


Bagaimana lagi saya harus mengerti pada sisi yang samar?. Sudut-sudut yang ada pun tak mampu berikan jawaban. Manis dan pahitnya kental terasa. Tergenggam dalam satu tangan dengan dua rasa. Rindu menjadi kanvas pada hati yang kosong. Imajinasi pun mulai memaninkan perannya, ia meletakkan kamu sebagai tokoh utama yang selalu punya cara untuk menjadi pusat perhatian saya. Ini tak seberapa. Lalu ia menambahkan masa lalu sebagai tokoh antagonis. Jahat!. Ia selalu membuatmu merasa bersalah. Saya juga tidak bisa berbuat lebih karena posisi saya disini hanya sebagai figuran. Tokoh komplementer yang terbiasa memperhatikan dan pelengkap dari tokoh utama, kamu. Saya dan kamu memang berjalan beriringan, tetapi  saya dan kamu juga belum mengerti arti Kita. Saya beruntung mengenal kamu. Karena semakin dekat saya semakin mengerti bahwa ada ruang didalamnya.

Jumat, 12 April 2013

Nyata dan tak terjamah!


Kepadamu yang enggan aku sebutkan namanya. Dalam keadaan yang tidak terduga Tuhan punya cara sendiri untuk mempertemukan kita. Akan ada saatnya mata kita bertemu, langkah kita terhenti dan bibir kita saling membisu, dalam hitungan detik, sebelum pada akhirnya saling menyapa. Entah sapaan seperti apa yang aku harapkan. Ahh tidak! Bukan diharapkan. Hanya sekedar menginginkan. Dia! Pria berblazer hitam dengan handsfree ditelinga memang terkesan sombong. Berjalan terburu-buru dan enggan memperhatikan situasi.  Tapi keangkuhan itu menutup kemungkinan rapat-rapat untuk kita saling bertukar sapa. Inilah hal absurd yang aku tau. Nyata dan tak terjamah. Semua mengalir tanpa rencana.

Selasa, 02 April 2013

Not unclear *ffftttt

Aku masih terfokus pada layar monitor di meja ku. Ruangan ini benar-benar sepi, hanya ada aku beserta segala macam alat kerja ku. Musik yang hampir setiap hari menjadi teman kerja ku pun nampaknya sudah sangat bosan aku dengarkan. Entah apa yang aku kerjakan dari tadi. Jenuh. Aku benci keadaan ini. Tapi lagi-lagi aku tetap tak bisa menjauhkan pandangan mata ku pada monitor ini. Gila.
Pelan-pelan dia masuk dan melewati ku begitu saja. Ahh, aku tidak terlalu peduli pada orang-orang itu. Karyawan dari salah satu partner bos ku memang sering mampir ke kantor. Barang kali untuk mengambil peralatan kerja nya, begitu pikirku.

Sekali lagi ia melewati ku, dia berhenti didepan meja kerja ku dan tersenyum. Lalu aku ? yak, aku hanya diam terheran. Dia masih didepanku dan berkata “sudah sarapan ?” aku menjawabnya “yaa sudah”. Setelah itu dia tersenyum kembali kemudian berlalu. Dan aku cuma menggelengkan kepala tanpa mengerti apa maksudnya.

Sejam dua jam berlalu hingga jam break pun tiba. Ini sama saja bagi ku. Jam kerja dan jam break tidak ada beda, dan aku masih seperti tadi, terfokus pada layar monitor ini. Pria itu datang lagi dan melewatiku. Pria berkulit putih, bermata sipit, berambut pirang dan tidak berkewarganegaraan Indonesia itu kembali menyapa. Kali ini dia tidak hanya berdiri tapi duduk didepan mejaku. Dia mulai menanyai ku tentang apa saja. Percampuran bahasanya antara melayu dan inggris sedikit sulit aku pahami, ditambah lagi lidahnya kental bergaya bahasa orang-orang cina pada umumnya. Sedikit bercerita lalu tersenyum hingga pada akhirnya bertukar nomor handphone.

Pada pertemuan itu juga dia mengajakku holiday tepat pada perayaan Paskah dan aku menolaknya. Kecewa itu jelas terlihat padanya. Dia melihat ku tersenyum lalu berkata “oke, next time I harap you bisa”. Dan dia kembali berlalu.

“I shouldn't have walked away, I would've stayed if you said, We could've made everything OK” alunan Maria Carey menyadarkanku yang masih termangu.

One new message..
Sender: Wong (Mobile: +628-127655-xxx)
Nice to meet you J

Aku hanya tersenyum dan berlalu.